Thursday, August 26, 2010

Plintat Plintut Berantas Korupsi ?

Tumbangnya order baru oleh gelombang reformasi membawa dampak luas, salah satunya adalah membuat berbagai peraturan dan membentuk lembaga baru dalam menumpas korupsi. Saat itu, mereka sangat heroik dan bertekad membersihkan ruang korupsi, kolusi dan nepotisme. KKN sangat menggurita dan menjadi kejahatan luar biasa sehingga negeri hampir jatuh karena korupsi. Tapi kini, tinggal slogan.

Pemerintah secara terang benderang plintat plintut memberantas korupsi bahkan koruptor kembali dipuja, menjadi idola. Individu yang diduga kuat melakukan korupsi, kini dicalonkan jadi menteri, gubernur atau bupati. Bukan itu saja, mereka mendapat banyak fasilitas dan keistimewaan, tengok saja koruptor dapat remisi, asimilasi, hak cuti, bahkan pengampunan melalui grasi.
Masyarakat makin sedih ketika koruptor mendapat hukuman di rumah tahanan bukan di lembaga pemasyarakatan dan secara berkesinambungan koruptor dapat mengunjungi keluarga seusai berobat dan bergurau dengan istri, anak, menantu serta cucu dan berkongkow kongkow ria dengan teman dan koleganya.

Bukan hanya itu, lembaga hukum yang ditakuti seperti KPK dan Pengadilan Tindk Pidna Korupsi (Tipikor) seakan-akan diamputasi ruang geraknya bahkan cenderung lembek dalam memberantas korupsi serta menjatuhkan vonis bagi koruptor semakin ringan dari waktu ke waktu.

Partai politik yang semestinya menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi malah menjadi bungker sekaligus tempayan untuk memutihkan kembali koruptor. Partai Demokrat, misalnya, berusaha keras merehabilitasi Aulia Pohan agar tidak disebut koruptor. Alasannya, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu tidak menerima uang, tetapi hanya ikut membuat kebijakan.

Masihkan kita berharap kepada pemerintah disaat mengalami carut marutnya dalam mengatasi berbagai masalah....

No comments:

Post a Comment